Hari Anak Balita Nasional, Fahira Idris: Balita Tunas Generasi Emas Indonesia

JAKARTA -- Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta Fahira Idris menegaskan, peringatan Hari Anak Balita Nasional menjadi momentum penting untuk merefleksikan komitmen negara dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa sejak usia dini. Hari Anak Balita Nasional jatuh setiap tanggal 8 April.
“Balita yang saat ini sedang tumbuh dan berkembang di seluruh wilayah Indonesia bukan hanya anak kecil yang sedang tumbuh, melainkan aset berharga yang akan menentukan masa depan negeri. Mereka adalah tunas-tunas generasi emas Indonesia. Itulah kenapa, perhatian yang serius terhadap tumbuh kembang balita adalah keharusan, bukan pilihan,” ujar Fahira Idris yang juga aktivis perempuan dan perlindungan anak ini.
Senator Jakarta ini mengungkapkan, balita adalah kelompok usia paling rentan. Mereka memerlukan perhatian khusus untuk menjamin terpenuhinya hak-haknya, terutama dalam hal pemenuhan gizi, pengasuhan yang tepat, kesehatan, dan stimulasi tumbuh kembang. Sayangnya, balita di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan seperti stunting, kurang stimulasi, hingga pola asuh yang tidak optimal. Di seluruh peran krusial pemerintah, dari tingkat pusat hingga desa, sangat dibutuhkan.
Menurut Fahira Idris, kebijakan yang menyentuh akar permasalahan seperti program intervensi gizi spesifik (pemberian makanan tambahan, suplementasi vitamin, dan imunisasi) maupun intervensi sensitif (air bersih, sanitasi, pendidikan orang tua) harus terus diperkuat dan disinergikan. Pemerintah daerah juga perlu memastikan bahwa layanan Posyandu, PAUD, dan puskesmas mudah diakses dan berkualitas.
Pemenuhan gizi, lanjut Fahira Idris adalah fondasi utama dalam mencetak generasi unggul. 1.000 hari pertama kehidupan yaitu dari masa kehamilan hingga usia dua tahun adalah masa emas yang tak tergantikan. Di masa ini nutrisi menjadi kunci. Balita yang kekurangan gizi di usia dini berisiko tinggi mengalami keterlambatan perkembangan kognitif, daya tahan tubuh lemah, dan kesulitan dalam pendidikan di masa depan. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan penganggaran untuk program gizi berkelanjutan, mulai dari edukasi ibu hamil, distribusi makanan sehat, hingga pemantauan tumbuh kembang balita secara terstruktur.
Selain itu, cara orang tua dan pengasuh mendampingi anak memiliki dampak besar. Pengasuhan yang penuh cinta, responsif, dan konsisten membantu anak merasa aman dan membentuk fondasi psikologis yang sehat. Sayangnya, belum semua orang tua memiliki akses pada pendidikan pengasuhan positif. Peran kader Posyandu, guru PAUD, dan fasilitator keluarga sangat penting. Pemerintah dapat memperluas pelatihan dan penyuluhan terkait pengasuhan berbasis hak anak, serta memberikan dukungan psikososial bagi keluarga yang rentan.
Tidak kalah pentingnya adalah akses layanan dasar. Banyak daerah tertinggal yang masih kekurangan tenaga kesehatan anak, PAUD berkualitas, atau bahkan sarana bermain aman bagi balita. Padahal, lingkungan belajar yang merangsang dan aman sangat penting bagi perkembangan motorik, bahasa, dan sosial anak. Intervensi multisektor seperti integrasi layanan PAUD dengan Posyandu, pelatihan guru, hingga subsidi pendidikan usia dini perlu menjadi prioritas pembangunan daerah.
“Generasi Emas 2045 tidak akan terwujud tanpa perhatian serius pada anak balita hari ini. Pemerintah, masyarakat, dan keluarga perlu bergandeng tangan memastikan bahwa setiap balita Indonesia mendapatkan haknya untuk tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia,” pungkas Fahira Idris.