Kisah Tria, Jadi Guru Besar di Usia Muda dan Sempat Bercita-cita Menjadi Penulis Fiksi
Menjadi guru besar ketika usia belum genap 40 tahun adalah capaian prestisius sekaligus langka di Indonesia. Salah satu orang yang mampu menggapai itu adalah Prof Dr Tria Astika Endah Permatasari, SKM, MKM. Tahun lalu, ia ditetapkan menjadi guru besar dalam bidang ilmu gizi kesehatan masyarakat, di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dalam usia 39 tahun, salah satu yang termuda di bidangnya.
Guru besar memang merupakan capaian akademik tertinggi bagi dosen. Tapi, Tria berjanji tidak akan berhenti. Ia ingin memberikan kemampuan terbaik yang ia punya. Menjadi guru besar akan dijadikan pijakan kokoh untuk berbuat lebih bagi keluarga, bangsa, dan lingkungannya. “Capaian ini adalah awal untuk dan melahirkan prestasi dan karya-karya terbaik yang bermanfaat untuk umat,” kata dia, di Jakarta, Kamis (15/3/2024).
Prof Tria resmi dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan pada Rabu, 26 Juli 2023. Pengukuhan itu berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 26470/M/07/2023, terhitung mulai tanggal 1 Mei 2023. Ia bahagia dan bersyukur, perjalanan akademiknya sampai di titik puncak dan telah diberikan segala kemudahan oleh Allah SWT dalam mewujudkan do'a dan harapan dari orang tuanya, terutama ibu.
Semua rasa itu bercampur haru. Dalam pengukuhannya sebagai guru besar, ia ditemani ibu tercinta dan keluarga kecil yang selalu menjadi inspirasi baginya. Mereka tak lepas mengiringi dengan do'a dan perjuangan yang luar biasa di setiap langkah Tria. Baginya, gelar tersebut merupakan prestasi bukan hanya untuk diri sendiri, namun bukti dari kekuatan do'a dan dukungan semua pihak terutama keluarga, saudara, dan tentu institusi yaitu UMJ yang memfasilitasi dengan baik. Ia berharap semakin banyak lahir guru besar di UMJ terutama yang berusia muda
Ada motivasi besar yang mendorong Prof Tria sampai pada pencapaian saat ini. Ia inging selalu memberikan yang terbaik untuk ibu, keluarga, dan orang-orang yang dicintainya. Ia inging selalu tampil menjadi sosok dengan versi terbaik dari diri sendiri, sekaligus menjadi role model untuk anak-anak tercinta. “Tentu juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi institusi dan masyarakat sekitar dan menjadi pribadi yang unggul dan berprestasi sebagai bakti untuk negeri,” ujar dia.
Penulis fiksi
Di balik prestasi akademiknya yang mentereng, Prof Tria ternyata pernah bercita-cita sebagai seorang penulis fiksi. Sejak kecil ia gemar membaca buku fiksi. Bahkan dari SD hingga SMA, ia cukup produktif menulis buku fiksi untuk menyalurkan hobi. Berbagai episode pengalaman hidup telah ia guratkan dalam tulisan versi cerita. Meskipun karyanya tersebut baru dibaca di kalangan terbatas. “Sayangnya, waktu itu fokusnya terbagi antara aktif di organisasi dan berjualan sambil sekolah, padahal sempat bercita-cita untuk menjadi penulis buku fiksi,” ujar Prof Tria mengenang.
Tria merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Ia lahir dari bapak (almarhum) dan ibu yang bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kedua orang tuanya sangat memprioritasikan pendidikan bagi anak-anaknya. Tria pun kini berhasil menjadi guru besar pertama di keluarga. “Bapak dan ibu selalu berpesan pada anak-anaknya bahwa pendidikanlah yang mampu memperbaiki hidup dan mengangkat derajat kita di mata Allah SWT maupun masyarakat,” kata dia.
Tria kecil sangat hobi membaca. Ia bahkan bisa dengan cepat melahap beberapa buku hanya dalam hitungan hari. Kebiasaan itu ia teruskan hingga dewasa.Hingga kini, setidaknya satu buku setiap bulan harus dikhatamkan. Karena menurutnya, bacaan adalah asupan gizi untuk melatih otak bekerja dengan baik dan dapat mengikuti perkembangan informasi terkini.
Dengan membaca buku pula seseorang dapat menemukan banyak ide untuk melakukan riset, inovasi, dan kreativitas lainnya. Membaca juga menjaga hati agar tetap dekat dengan Maha Pencipta. “Karena semakin banyak membaca semakin kita mengetahui kebesaran Allah SWT,” ujar Prof Tria.
Selain gemar membaca dan rajin melakukan berbagai riset di kampus, Prof Tria ternyata memiliki hobi lain yang unik. Ia selalu menyempatkan untuk belanja ke pasar tradisional dan memasak. Baginya, ke pasar tradisional dan memasak menjadi semacam refreshing di tengah kesibukannya sebagai seorang dosen.
Ia juga sesekali masih bersepeda untuk menghilangkan penat karena rutinitas harian. “Jika ada waktu luang merawat tanaman di rumah,” kata perempuan yang ramah dan murah senyum itu.