Home > News

Dinilai Bisa Cegah Konflik Horizontal, PKB Upayakan RUU Masyarakat Hukum Adat Segera Dibahas dan Disahkan

Masyarakat hukum adat selalu dalam posisi lemah dan tak terlindungi karena ketidakjelasan hukum.
Sekretaris Fraksi PKB Anggia Ermarini dalam Diskusi Publik Fraksi PKB DPR RI yang bertajuk 'Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat Sebagai Mandat Konstitusi', Kamis (25/9/2025). (Dok PKB)
Sekretaris Fraksi PKB Anggia Ermarini dalam Diskusi Publik Fraksi PKB DPR RI yang bertajuk 'Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat Sebagai Mandat Konstitusi', Kamis (25/9/2025). (Dok PKB)

JAKARTA – Keberadaan masyarakat adat dijamin sebagai warga negara Indonesia dalam konstitusi. Namun ketika ada persoalan hukum, masyarakat hukum adat selalu dalam posisi lemah dan tak terlindungi karena ketidakjelasan hukum.

Fraksi PKB DPR RI memberi perhatian serius terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyakarat Hukum Adat (MHA) dan berjuang agar bisa segera dibahas dan disahkan. Dengan adanya aturan tersebut diharapkan bisa mencegah terjadinya konflik di tengah masyarakat.

“RUU Masyarakat Hukum Adat sudah lama diusulkan. Sudah sejak 2009, berarti sudah 16 tahun menggendap. RUU ini menjadi prioritas kerja Fraksi PKB. Kami berharap bisa segera dibahas dan disahkan,” kata Sekretaris Fraksi PKB Anggia Ermarini dalam Diskusi Publik Fraksi PKB DPR RI yang bertajuk 'Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat Sebagai Mandat Konstitusi', Kamis (25/9/2025).

Dalam konstitusi, keberadaan masyarakat adat dijamin sebagai warga negara Indonesia. Namun karena ketidakjelasan hukum, masyarakat adat sering tidak terlindungi. Ketika ada persoalan hukum, masyarakat hukum adat selalu dalam posisi lemah.

Selama ini, banyak terjadi persoalan hukum atau konflik terkait masyarakat adat, khususnya konflik agraria. Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 2024, tercatat sebanyak 217 kasus konflik agraria selama setahun, dengan luas area konflik mencapai 630 hektare.

“Sebagian besar konflik ini melibatkan masyarakat hukum adat yang memperjuangkan hak ulayatnya atas sumber daya alam. Akibat konflik itu, sering terjadi kriminalisasi,” ujar ketua Komisi VI DPR RI itu.

Anggia mengatakan, banyak tetua adat dan masyarakat yang menjadi korban kriminalisasi, karena mempertahankan tanah leluhur mereka. Menurut data Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN), pada 2024 terdapat 121 kasus dugaan kriminalisasi masyarakat adat. Sedangkan pada 2025 hingga Maret lalu, kasus dugaan kriminalisasi masyarakat adat mencapai 113 kasus.

“Maka di sinilah urgensi pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat bagi PKB. Kami menilai jika RUU Masyarakat Hukum Adat disahkan, maka akan menjadi payung hukum yang jelas,” katanya.

Menurutnya, RUU Masyarakat Hukum Adat akan menjadi payung hukum untuk mempermudah prosedur pengakuan keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. Kemudian, memastikan perlindungan hak atas tanah ulayat, wilayah adat, dan sumber daya alam, serta memastikan masyarakat adat memiliki suara dan hak menentukan dalam pembangunan yang terjadi di wilayahnya.

“Maka, kami mengajak semua elemen bangsa termasuk pemerintah daerah maupun elemen masyarakat sipil juga penggiat media untuk bersama-sama mendukung proses pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat ini,” ujar Anggia.

× Image